Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial bukan hanya menjadi salah satu bentuk manifestasi dari upaya merealisasikan amanat konstitusi. Sebagaimana tertuang dalam Undang - Undang Dasar Tahun 1945 yang secara tegas menempatkan tugas Pembangunan Kesejahteraan Sosial menjadi tanggung jawab Negara dan Pemerintah untuk memelihara kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Selanjutnya Pembangunan Kesejahteraan Sosial harus ditempatkan sebagai salah satu mainstream pembangunan nasional dan pembangunan daerah dalam rangka pembangunan manusia yang berjalan secara simultan bersamaan dengan pembangunan ekonomi.
Pengarus utamaan Pembangunan kesejahteraan sosial dalam konteks pembangunan nasional secara umum, lebih dikarenakan Pembangunan kesejahteraan sosial memiliki urgensi yang sama dengan pembangunan pada sektor ekonomi dan sektor-sektor lainnya. Hal ini lebih didasarkan pada pemikiran bahwa Pembangunan Kesejahteraan Sosial sejatinya merupakan strategi dan aktivitas yang dilakukan pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat (Edi Suharto, 2006).
Kita menyadari bahwa, dalam proses pembangunan, pada kenyataannya masih terdapat kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged groups), yaitu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang memiliki keterbatasan baik secara fisik, psikis, maupun sosial, sehingga tidak mampu, memenuhi kebutuhan dasar, menjalankan peran dan fungsi sosialnya serta tidak mampu mengakses program-program pembangunan.
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, pasal 5 ayat (2), Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ini dikelompokkan ke dalam permasalahan :
a. kemiskinan;
b. keterlantaran;
c. kecacatan;
d. keterpencilan;
e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f. korban bencana; dan/atau
g. korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Besaran permasalahan kesejahteraan sosial di Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat dari angka kemiskinan dan disparitas wilayah yang masih cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro 193.990 jiwa.Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial lainnya yang meliputi Anak Jalanan, Anak Terlantar, Tuna Susila, Korban Tindak Kekerasan, Penyandang Disabilitas dan permasalahan lainnya. Menyadari besaran permasalahan kesejaheteran sosial tersebut, maka upaya-upaya penanganan masalah kesejahteraan sosial perlu dilakukan secara institusional, terkoordinir dan terencana.
Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro merupakan institusi yang memiliki fungsi koordinatif dan strategis melalui kebijakan dan perencanaan pembangunan kesejahteraan sosial, sebagai mana tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 13 tahun 2016 tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Bojonegoro dan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 53 Tahun 2016 tentang Kedudukan Susunan Organisasi Tugas Pokok dan fungsi saerta tata kerja Dinas.
Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu institusi penyelenggara kesejahteraan sosial yang telah diamanatkan oleh undang-undang. Sebagaimana juga tercantum dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat (2) disebutkan, “Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, /,”dan perlindungan sosial”.
Dalam rangka mengarahkan program dan kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial di Kabupaten Bojonegoro, sekaligus menjadi tolok ukur dalam mengevaluasi capaian kinerja, maka perlu disusun dan dirumuskan Rencana Strategis (Renstra) dalam lima tahun ke depan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Rencana Strategis merupakan dokumen perencanaan yang harus disusun oleh setiap OPD sebagai manifestasi dari implementasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Penyusunan rencana Strategis ini mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.